UU Cipta Kerja atau omnibus law pada awal Oktober 2020 kemarin disahkan oleh DPR dan memicu sejumlah aksi protes di berbagai daerah.
Pasalnya di dalam UU tersebut terdapat sejumlah perubahan dari UU Ketenagakerjaan sebelumnya. Perubahan ini kemudian memicu aksi penolakan di kalangan buruh karena diketahui dan dianggap merugikan posisi mereka.
Dampak UU Cipta Kerja di Kalangan Pekerja
Pengesahan UU Cipta Kerja dengan segala poin di dalamnya memang menciptakan sejumlah dampak di kalangan pekerja. Dampak tersebut antara lain:
1. Pekerja Tidak Mendapatkan Pesangon
UU Cipta Kerja menciptakan keresahan karena menghapus setidaknya 5 pasal dari UU sebelumnya yang membahas tentang pesangon. Perubahan di dalam UU Cipta Kerja ini kemudian mengancam pekerja tidak mendapatkan pesangon. Yakni ketika mengundurkan diri, kontrak diputus perusahaan, dan bahkan ketika meninggal.
Kondisi ini kemudian memicu protes di kalangan serikat pekerja karena tidak akan memperoleh pesangon sebagaimana aturan di UU sebelumnya. Padahal ketika ada pemutusan kontrak mendadak maka pihak buruh pada dasarnya adalah yang dirugikan.
2. TKA Lebih Mudah Masuk di Indonesia
Kehadiran UU Cipta Kerja juga diklaim akan mempermudah masuknya TKA (Tenaga Kerja Asing) yang bisa mengurangi ketersediaan lapangan pekerjaan di kalangan buruh dalam negeri. Terutama jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki lebih banyak keuntungan bagi pengusaha.
Hal ini dapat terjadi karena di dalam UU Cipta Kerja dihapus kewajiban izin tertulis bagi pengusaha yang ingin mempekerjakan TKA. Sehingga semakin memudahkan TKA untuk masuk ke tanah air.
3. Batasan Kontrak 3 Tahun Dihapus
Kontroversi juga terjadi dari adanya poin dalam UU Cipta Kerja yang menghapus masa kontrak paling lama 3 tahun, menjadi lebih pendek.
Hal ini tentu akan membuat status karyawan kontrak semakin banyak dan semakin sedikit yang statusnya karyawan tetap. Padahal hak dari karyawan kontrak ini jauh lebih sedikit dibanding yang statusnya tetap.
4. Jam Lembur Bertambah Namun Cuti Berkurang
UU Cipta Kerja juga diketahui menghapus cuti tahunan yang menjadi hak karyawan sekaligus menambah panjang durasi jam lembur. Dari yang sebelumnya jam lembur dibatasi hanya 3 jam sehari atau 14 jam seminggu kini menjadi 18 jam. Namun jatah cuti tahunan dipangkas, kondisi ini kemudian menuai protes panjang.
5. Tidak Ada UMK
Melalui UU Cipta Kerja juga diberitahu bahwa UMK atau Upah Minimum Kabupaten atau Kota sudah dihapuskan. Sebagai gantinya penentuan upah minimum bisa dilakukan oleh Gubernur di daerah setempat. Yakni dengan syarat tertentu yang juga diatur di dalam UU Cipta Kerja tersebut.
Kebanyakan poin yang memicu kontroversi adalah poin-poin yang memberatkan posisi para pekerja. Kondisi ini kemudian membuat status kerja sampai hak-hak yang didapatkan selama bekerja menjadi lebih terbatas dan serba tidak pasti.