Kehadiran omnibus law atau UU Cipta Kerja memang menjadi polemik, kali pertama disahkan memicu sejumlah aksi penolakan. Hal ini terjadi karena isi dari UU Cipta Kerja tersebut simpang siur.
Dimana ada banyak poin di dalamnya yang memberatkan posisi tenaga kerja atau pekerja. Namun, apakah dengan kondisi tersebut akan lebih menguntungkan pelaku bisnis?
Dampak Buruk Omnibus Law untuk Kalangan Pebisnis
Meskipun isi dari UU Cipta Kerja ini memberatkan posisi pekerja, namun aktualnya keberadaan dari UU ini juga berdampak negatif di dunia pebisnis. Adapun dampak tersebut adalah:
1. Berdampak pada Penurunan Investasi
Isi di dalam UU Cipta Kerja ternyata memaparkan sejumlah perubahan untuk proses pengajuan pendirian bisnis atau usaha. Hal ini ternyata terdapat sejumlah poin yang membuatnya kurang jelas. Perubahan ini juga dikabarkan membuat proses investasi menjadi lebih panjang sekaligus kurang jelas.
Ketika suatu perubahan pengurusan perizinan terjadi di kondisi normal, mungkin tidak menjadi masalah. Hanya saja jika terjadi di tengah resesi maka akan lain soal.
Ketidakpastian ini membuat iklim investasi di Indonesia justru mengalami penurunan. Sebuah dampak yang di awal perumusan UU Cipta Kerja tidak diperkirakan sebelumnya.
2. Merusak Hubungan Industrial
Isi dari UU Cipta Kerja dianggap sebagai sumber dari ketidakadilan bagi posisi para pekerja, sebab banyak poin yang memberatkan. Hal ini kemudian memicu unjuk rasa penolakan terhadap UU tersebut. Bahkan di beberapa kota aksi penolakan dikabarkan sampai terjadi bentrok dan rusuh.
Aksi mogok kerja di kalangan pekerja tidak hanya menjadi PR bagi pemerintah melainkan juga para pebisnis. Mengapa? Sebab dengan aksi tersebut maka produktivitas menurun yang tentu merugikan pebisnis tadi. Oleh sebab itu adanya UU Cipta Kerja bisa menyebabkan memburuknya hubungan industrial.
3. Menimbulkan Keresahan di Kalangan Pekerja
Iklim usaha pun akan memburuk dengan diterapkannya UU Cipta Kerja, dikatakan demikian karena memunculkan keresahan dan ketidakpastian di kalangan pekerja. Ada banyak poin yang membuat posisi pekerja menjadi dirugikan, misalnya saja tentang pengurangan pesangon hingga 25 kali gaji.
Padahal tidak semua karyawan suatu perusahaan merupakan karyawan tetap, mayoritas berstatus sebagai karyawan kontrak. Kondisi ini biasanya dimanfaatkan pelaku usaha untuk meminimalkan biaya ketika pemutusan kontrak dilakukan sewaktu-waktu.
Yakni tidak ada atau berkurangnya biaya-biaya pesangon untuk karyawan yang bersangkutan. Sehingga posisi pekerja akan semakin sulit dan serba tidak pasti, atau cenderung dirugikan lewat poin UU tersebut.
Kehadiran UU Cipta Kerja diklaim mampu mendorong investasi sehingga tercipta lebih banyak lapangan pekerjaan. Hanya saja kehadirannya dengan segala poin-poin serba memberi ketidakpastian menciptakan banyak keresahan.
Terutama di kalangan pekerja yang merasa isi UU tersebut tidak berpihak kepada mereka. Meskipun demikian, efek buruknya ternyata juga dirasakan oleh kalangan pebisnis seperti uraian di atas.